Kehamilan memang membahagiakan, begitu pula yang kurasakan. Kehamilanku yang kedua ini ingin ku kisahkan karena aku merasa ini merupakan pengalaman luar biasa bagiku yang tak terlupakan.Di usia tujuh bulan kehamilan aku dan suamiku harus dirawat bersama dalam satu kamar disebuah rumah sakit karena demam berdarah. Waktu itu yang kucemaskan hanyalah calon bayiku, bagaimana dengan ‘dia’ ? Memang secara awam trombositku tidak begitu mengkhawatirkan hanya sekitar 135.000 dibanding suamiku yang terus merosot hingga 42.000 saja. Ya Alloh…. jauhkanlah pikiran-pikiran jelek dikepalaku ini…..!!
Setelah keluar dari rumah sakit, kuperiksakan lagi kandunganku ke dokter kandungan dan dia mengatakan kondisi kandunganku Alhamdulillah baik-baik saja, namun untuk ukuran kehamilan tujuh bulan ukuran bayiku terlalu kecil. Karena khawatir akan kondisi bayiku akhirnya aku makan banyak, minum susu, vitamin dan banyak berdo’a tentunya.
Setelah memasuki usia sembilan bulan perutku seperti mengandung anak kembar. Saking besarnya perutku sampai aku tak bisa melihat jempol kakiku ketika berdiri. Banyak sekali komentar orang-orang yang melihat perut besarku, sampai-sampai aku ingin segara melahirkan kalau dengan komentar mereka yang selalu bertanya berulang2 “kenapa belum lahir-lahir, khan udah gede banget perutnya”. “Lha wong belum waktunya kok nanya melulu” gumamku dalam hati.
15 September 2006 anak Pertama ku ulang tahun, perkiraan dokter aku akan bersalin sekitar tanggal 12 September ternyata aku belum juga mulas2. Kata suamiku “coba tanggal lahirnya sama dengan kakak Thalia ya, ultahnya bisa irit nih…”. Akhirnya ku telepon dokter kandunganku kenapa aku belum juga mulas, ternyata aku disuruh segera datang keesokan harinya ke RS.
16 September 2006 aku tiba sekitar pukul 8.00 di Hermina, langkah takut dan cemas sudah pasti menggelayutiku. Bismillahirohmanirohim…., ku masuki ruang bersalin dengan jantung berdebar kencang. akhirnya dokter mengambil keputusan aku harus segera di-induksi. Setelah beberapa jam kok aku belum mulas2 juga? Sudah lebih dari sepuluh orang masuk keruang bersalin dan mereka semua sudah lahiran, aduuuhhh tambah stresss deh. Untung suamiku selalu setia mendukung dan menghiburku. Perawat diruang bersalin bilang sama aku “kayaknya bayinya gede deh bu soalnya perutnya gede bener, kok gak di caesar aja” sambil dia ukur perutku dengan meteran penjahit. Ketika dokter visit lagipun suster tadi bilang ke dokter hasil meterannya. Kelihatannya dokter kandunganku pun jadi ragu, trus di jengkal2 perutku, dan dia menyuruh perawat mengambil alat USG, “beratnya sekitar 4000-4100 gr, lingkar kepalanya sekitar 35cm jadi masih bisa bersalin normal kok bu, karena kalau lebih dari 35 cm baru kami ambil tindakan caesar….”. Sampai tengah malam akupun belum juga mulas, kusuruh suamiku pulang karena aku juga keingetan sama Thalia anakku yang pertama.
17 September 2006 pukul 04.00 dokter kandunganku visit lagi, karena beliau habis menolong persalinan sebelahku. Beliau bilang infus induksinya dicopot dulu aja, setelah aku mandi dipasang lagi dan ditambah kalau waktu kemarin 12 tetes/menit, sekarang 18 tetes/menit. “Kenapa gak 20 tetes/menit aja dok, dari pada gak mules2″ kataku eh tuh dokter cuma senyum-senyum aja. Pukul 5.30 aku dah mandi dan siap2 di induksi kembali, tapi apa yang terjadi ……? belum sampai 5 menit, ya Alloh………..perutkupun mulai mulas, mulas dan makin mulas, ternyata dah bukaan 2. Kutelepon kabar bahagia ini ke suamiku, suamiku tanya dari kapan? dah berapa menit sekali? masih bisa ditahan gak? dah pembukaan berapa? Begitu antusiasnya dia sampai gak tahu kalo disini aku lagi nahan suakiiit. Gak berapa lama suamiku datang disusul mama, kakak, tante dan saudara2 ku yang lainnya. Pukul 13.00 aku bilang sama suamiku kalau aku dah gak tahan sakitnya, aku minta di caesar aja. Tapi suamiku tak lelah memberiku semangat agar aku kuat (thx ya mas…!). Pukul 4.30. aku masih mengerang-ngerang kesakitan sambil marah-marah sama perawat karena dokternya gak nongol2, “masih bukaan 5 kok bu, pokoknya kalo his nya makin kuat dan sering itu berarti dah mau lahir” sambil menyuruhku ambil nafas panjang. Ternyata 5 menit kemudian dokternya datang dan segera “memeriksa dalam” ternyata bukaannya dah lengkap alias bukaan 10. Suamiku tak henti-hentinya menelepon sanak keluarga meminta doa agar lancar. Air ketubanku dah mulai mengalir….. Akupun segera di pindahkan keruang seberang yang lebih privat dan perjuangan yang dramatis pun segera dimulai.
Kuingat dengan jelas suamiku berdiri tegang di sisi kiriku. Saat itu aku disuruh ambil posisi setengah duduk dengan tangan memegang pergelangan kaki……, dokterpun menuntunku dengan baca Bismillah….. akupun disuruhnya mengejan dengan kuat, mengejan…mengejan….dan….mengejan…… tapi blom juga keluar. Akhirnya dokter mengambil gunting untuk melakukan episiotomi (menggunting jalan lahir biar gak robek alami katanya, karena kalau robek alami bakalan robek kemana2 dan menjahitnyapun nanti akan banyak). Setelah tindakan episiotomi yang menurutku ga ada rasanya dibanding rasa mulasku yang amat sangat, akhirnya keluarlah sebuah kepala….. dan akupun disuruh bersiap mengambil nafas panjang untuk mengejan kembali mengeluarkan badannya, mengejan …… mengejan …. dan mengejan lagi …… tapi kenapa susah sekali mengeluarkan badannya? Dokterpun meminta suamiku dan perawat ikut mendorong perutku, sambil tangan dokterpun masuk mencari ketiak anakku dan tangan yang satunya masuk kedalam mulut anakku untuk menariknya keluar. Ayo bu ngejan yang kuat, satuuu, duaa, tigaaaa…… Pukul 17.10 akhirnya si bayipun keluar dibarengi suara seperti botol jamu yang dicabut tutupnya “bluuup” Alhamdulillah kini anakku telah lahir, “laki-laki, terima kasih ya” bisik suamiku sambil mencium keningku. Tapi…… kenapa tidak terdengar suara tangisnya… ???? Seketika kudengar suara microfon di langit-langit memanggil segera dokter anak dan dokter jaga segera keruang bersalin. Tak berapa lama ada tiga orang dokter dan beberapa perawat masuk kekamarku sambil berlarian. Kulihat bayiku diangkat keatas kakinya, pantatnya ditepuk2, digeletakkan lagi dan entah diapakan lagi, tapi yang jelas suamiku yang sedari tadi tak beranjak dari sisikupun berbisik padaku “Ikhlaskan ya….” sambil kulihat matanya yang berkaca-kaca. Tapi ternyata Alloh begitu sayang kepada kami, tak lama kemudian terdengar bayiku menangis pelan, serak, dan akhirnya nyaring sekali. Alhamdulillah ya Alloh, sakit yang kurasakan sirna seketika, pengorbananku terbayar sudah bahkan lebih……
Setelah pengalaman yang dramatis itu terlewati sudah…..kebahagiaanpun segera menyelinap di keluarga kami. Bagaimana tidak?? Kami telah diberi Alloh anugerah yang tak terhingga yang mungkin tidak semua orang mendapatkannya. Kami mempunyai seorang puteri cantik dan bayi laki-laki jumbo!!!!
Ketika itu aku masih berada diruang bersalin karena dokter masih melakukan jahitan padaku sedangkan suamiku berada bersama bayiku untuk mengazaninya. Waktu aku dipindahkan keruang perawatan aku bilang pada perawat kalau aku ingin segera menyusui eksklusif untuk bayiku, tapi perawat tadi bilang…”sabar ya bu, soalnya bayinya masih diobservasi…”. Akupun menganggap kalau ucapan perawat itu wajar, pikirku mungkin dia masih diinkubator…..!!
Tapi tak lama kemudian dokter anak masuk keruanganku dan mengatakan kalau bayiku ada masalah. Duhhh….apa lagi ini??? “Bayi ibukan besar, ketika proses persalinan ibu mengalami kendala mengeluarkan bahu bayi, sedangkan dokter kandungan tidak mau mengambil resiko, karena kalau terlalu lama berhenti dileher pada saat mengejan, bayi akan tercekik dan kehabisan oksigen, dan kalau oksigen habis itu berakibat fatal untuk otak bayi…..ya sekarang yang ingin saya sampaikan adalah kondisi tangan kiri bayi ibu tidak ada respon…..bisa saja karena patah atau syarafnya terjepit pada saat mengeluarkannya”. Whattt….?? aku dan suamiku hanya bisa saling berpandangan. Dokter memberitahu kalau besok akan dilakukan rontgent pada bayiku.
Sampai subuh menjelang ku tak dapat pejamkan mata dengan tenang, padahal tubuhku ini rasanya sangaaat lelah…… seperti habis lari mengeliling gelora bung karno 10X . Pkl 05.00 perawat masuk kekamarku dengan senyum ramahnya. “Mama dede dah haus nih…..” katanya bercanda sambil mendorong kereta bayi mungil dan menaruhnya di sisiku. Namun ada rasa ragu untuk menggendongnya, aduh nak….. maafkan bunda, bunda ingin sekali menggendongmu tapi bunda takut menyakiti tanganmu…..!!! tak terasa air mataku menetes melihatnya…..aku bahagia tapi juga sedih!! Tak bosan kupandangi wajah mungilnya…..
Siang hari bayiku diambil untuk dirontgent, dan ternyata hasilnya tidak ada masalah dengan tulangnya. Tapi dokter memberitahu kalau akan dilakukan tes syaraf esok harinya, dan tes itu tidak dapat dilakukan di RS Hermina tempatku dirawat karena yang memiliki alat tersebut hanya RSPAD dan RSCM. Besok paginya suamiku diminta ikut menemani bayiku ke RSPAD, akupun ingin sekali menemaninya, tetapi tidak diperbolehkan dokter karena kondisiku yang masih lemah. Akhirnya berangkatlah suamiku, bayiku bersama inkubatornya, serta tak lupa kutitipkan pada perawat yang menemaninya perasan air susuku untuk bekal perjalanannya. Jujur…. aku takut mendengar hasinya nanti, takut kalau tak seperti yang kuharapkan….
Setelah suamiku kembali, segera ku berondong ia dengan pertanyaan ” Diapakan dia disana ? Rewel ga selama perjalanan? Bagaimana hasilnya? apa dia bisa sembuh….?”. Suamiku dengan lembut menjelaskan “disana ngantri banget, yang ngantri jendral2, eh tuh jendral2 malah ngalah sama bayi…” duh… ditanya serius malah bercanda! Ternyata kata suamiku disana tangan kiri bayiku di tempel tiga buah kabel yang dihubungkan ke monitor yang gambarnya kayak rumput (abis gag tau namanya), nah diantara tiga rumput tadi ada satu yang rumputnya nggak tinggi…..kata dokter syaraf mungkin rumput yang nggak tinggi tadi adalah syaraf yang trauma akibat ketarik pada proses persalinan. Jadi….tingkatan trauma itu ada tiga level katanya.
- level 1 bisa pulih kembali seperti sedia kala tapi memerlukan waktu
- level 2 bisa pulih tapi tidak 100 %
- level3 syarafnya dah putus
Ketika sampai dirumah banyak sekali teman, tetanga dan kerabat datang menengok bayi kami, terlebih mereka penasaran karena sepertinya sudah tersiar kabar ke tetangga2 kalau aku melahirkan bayi “jumbo”. Banyak pujian-pujian yang disampaikan mereka pada bayi kami, ada yang bilang ” Duhh ganteng ya…, besar amat bayinya kayak udah tiga bulan…” tapi ada juga yang berkomentar “Bayinya ganteng amaaat…tapi sayang tangannya ngeplek” Duuhh emang siapa sih yang kepingin kodisinya kayak gini, tuh orang gak bisa ngerasain kali ya, tanpa dia omongin seperti itu juga aku dah luar biasa sedihnya….”
Hari berganti hari tak terasa bayiku dah berumur 1 minggu, pada saat itu aku memang ada jadwal imunisasi sekalian memeriksakan tangan bayiku ke fisio terapi. Ketika di fisio terapi dokter memeriksa respon tangan kiri anakku, ketika itu anakku menangis entah karena haus atau pipis, tapi dokter menahan tangan kanannya yang ketika menangis bergerak-gerak seperti orang main tinju disisi badannya, ternyata kalau bayiku marah dia mulai menggerakkan tangan kirinya… alhamdulillah…..!!! Akhirnya setiap dia menangis dokter menyarankan agar tangan kanannya ditahan agar dia merespon yang kirinya.
Dua minggu usia anakku tangan kirinya gerakannya dah sampai perutnya, walaupun yang kanan bisa sampai kepala. Makin hari makin tinggi gerakannya. Ketika memasuki usia sebulan gerakan tangan kirinya sudak sama seperti yang kanan, kami sangat bersyukur sekali atas kemajuannya. Itu semua berkat doa orang orang yang mendoakan kami.
Dan ketika usianya sekitar tiga bulan, ketika disodorkan mainan atau benda pasti tangan kirinya yang lebih sukses mendapatkan benda.
Sekarang…….usianya sudah dua tahun. Alhamdulil
lah pertumbuhannya sangat baik, semua orang gemas melihat polahnya, rambut kriwilnya, ketawanya, celotehnya, …..ahhh…..Akhtar…Akhtar….. Semoga kamu menjadi anak yang kuat, sholeh, pintar, menjadi Bintang seperti namamu….bintang kelas kek, bintang iklan kek, bintang tamu kek……pokoknya tetap menjadi bintang dihati ayah dan bunda………
No comments:
Post a Comment